Kebudayaan Minangkabau
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dalam proses belajar (Koentjaraningrat).
Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama Islam pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut.
Adat Minangkabau pada dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu, matrilinial, sejak kedatangannya di wilayah Minangkabau sekarang ini. Kekhasan lain yang sangat penting ialah bahwa adat Minang merata dipakai oleh setiap orang di seluruh pelosok nagari dan tidak menjadi adat para bangsawan dan raja-raja saja. Setiap individu terikat dan terlibat dengan adat, hampir semua laki-laki dewasa menyandang gelar adat, dan semua hubungan kekerabatan diatur secara adat.
Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dalam proses belajar (Koentjaraningrat).
Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama islam pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut.
Adat Minangkabau pada dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu, matrilinial, sejak kedatangannya di wilayah Minangkabau sekarang ini. Kekhasan lain yang sangat penting ialah bahwa adat Minang merata dipakai oleh setiap orang di seluruh pelosok nagari dan tidak menjadi adat para bangsawan dan raja-raja saja. Setiap individu terikat dan terlibat dengan adat, hampir semua laki-laki dewasa menyandang gelar adat, dan semua hubungan kekerabatan diatur secara adat.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang kita dapat merumuskan masalah :
1) Bagaimana sistem religi di minangkabau?
2) Bagaimana sistem organisasi masyarakat minangkabau?
3) Bagaimana sistem pengetahuan dan teknologi masyarakat minangkabau?
1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah kita dapat mengetahui tujuan :
1. Untuk mengetahui bagaimana sistem religi di minangkabau
2. Untuk mengetahui bagaimana sistem organisasi masyarakat minangkabau
BAB 11
PEMBAHASAN
Kebudayaan Minang
Budaya Minangkabau adalah sebuah budaya yang berkembang di Minangkabau serta daerah rantau Minang. Budaya Minangkabau merupakan salah satu dari dua kebudayaan besar di Nusantara yang sangat menonjol dan berpengaruh. Budaya ini memiliki sifat egaliter, demokratis, dan sintetik. Hal ini menjadi anti-tesis bagi kebudayaan besar lainnya, yakni Budaya Jawa yang bersifat feodal dan sinkretik.
Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama Islam pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut.
Adat Minangkabau pada dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu, matrilinial, sejak kedatangannya di wilayah Minangkabau sekarang ini. Kekhasan lain yang sangat penting ialah bahwa adat Minang merata dipakai oleh setiap orang di seluruh pelosok nagari dan tidak menjadi adat para bangsawan dan raja-raja saja. Setiap individu terikat dan terlibat dengan adat, hampir semua laki-laki dewasa menyandang gelar adat, dan semua hubungan kekerabatan diatur secara adat.
2.1. Sistem religi atau keagamaan di Minangkabau
Kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, telah menghapus adat budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang. Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Tuanku Nan Renceh mendesak kaum adat untuk mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat kepadasyariat Islam.
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah perang Paderi yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya Minang pada syariah Islam. Hal ini tertuang dalam adagium Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al-Quran). Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, disamping surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri pencak silat.
2.2. Sistem Organisasi Masyarakat
- Sistem Kelarasan Koto Piliang
- Sistem Kelarasan Bodi Caniago
- Sistem Kelarasan Panjang
Dalam pola pewarisan adat dan harta, suku Minang menganut pola matrilineal yang mana hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia yang menganut pola patrilineal. Terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan orang Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenalah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh berdasarkan hukum Islam.
Sistem Kelarasan Koto Piliang
Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Ketumanggungan. Ciri yang menonjol dari adat Koto Piliang adalah otokrasi atau kepemimpinan menurut garis keturunan yang dalam istilah adat disebut sebagai "menetes dari langit, bertangga naik, berjenjang turun" Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah Tanah Datar dan sekitarnya. Ciri-ciri rumah gadangnya adalah berlantai dengan ketinggian bertingkat-tingkat.
Sistem Kelarasan Bodi Caniago
Sistem adat ini merupakan gagasan adat yang digariskan oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang. Sistem adatnya merupakan antitesis terhadap sistem adat Koto Piliang dengan menganut paham demokrasi yang dalam istilah adat disebut sebagai "yang membersit dari bumi, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi". Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah Lima Puluh Kota. Cirinya tampak pada lantai rumah gadang yang rata.
Sistem Kelarasan Panjang
Sistem ini digagas oleh adik laki-laki dari dua tokoh di atas yang bernama Mambang Sutan Datuk Suri Dirajo nan Bamego-mego. Dalam adatnya dipantangkang pernikahan dalam negara yang sama. Sistem ini banyak dianut oleh luhak Agam dan sekitarnya.Namun dewasa ini semua sistem adat di atas sudah diterapkan secara bersamaan dan tidak dikotomis lagi.
2.3. Sistem Pengetahuan dan teknologi
Masyarakat akademik adalah masyarakat yang dalam berbagai kegiatan sosial budayanya menggunakan berbagai macam penanda keilmuan, misalnya;penggunaan angka-angka, dan penggunaan bahasa.Dan menurut kajian sosiologi, disebutkan bahwa masyarakat demikian adalah masyarakat yang berpikir pragmatis, egaliter dan metropolis.Artinya, mereka terbuka menerima sesuatu yang baru tanpa kehilangan identitas dirinya.
Berdasarkan kajian sosio-lingustik dan sosiologi tersebut, masyarakat Minangkabau secara umum dapat dikatakan sebagai masyarakat akademis.
Beberapa indikasi untuk itu adalah sebagai berikut;
Beberapa indikasi untuk itu adalah sebagai berikut;
1.Penggunaan angka-angka. Angka-angka bagi masyarakat Minangkabau tidak hanya sebagai penghitung dan pembatas sebuah bilangan atau penjumlahan, tetapi sekaligus juga sebagai pembedamyang satu dengan yang lain.Orang Minang mengenal sistim perimbangan dengan angka-angka yang genap; dua, empat, delapan, duapuluh dstnya.Bilangan empat merupakan perimbangan antara dua dan dua.
Hal ini banyak ditemukan dalam sistem adat dan bahasa yang mereka pakai sampai sekarang; koto nan ampek (untuk tempat), urang nan ampek (untuk fungsi manusia), kato nan ampek (untuk bahasa dan hukum), indak tahu dinan ampek (untuk etika dan moral), sahabat nan ampek (untuk agama), langkah ampek (untuk silat), pakok ampek (untuk musik, saluang), dan banyak lagi.Sesuatu yang empat terdiri dari suatu keseimbangan 2 dan 2.Siang dan malam akan berimbang dan pagi dan sore.Hilir dan mudik berimbang dengan ateh dan baruah.Begitu seterusnya.
Dalam perkembangan berikutnya, setelah Islam masuk dan ajarannya telah mengakomodasi sistem adatnya dalam beberapa aspeknya, masyarakat Minangkabau mengenal apa yang disebut bilangan “tunggal” dan “banyak” menurut terminologi Islam.
Hal ini banyak ditemukan dalam sistem adat dan bahasa yang mereka pakai sampai sekarang; koto nan ampek (untuk tempat), urang nan ampek (untuk fungsi manusia), kato nan ampek (untuk bahasa dan hukum), indak tahu dinan ampek (untuk etika dan moral), sahabat nan ampek (untuk agama), langkah ampek (untuk silat), pakok ampek (untuk musik, saluang), dan banyak lagi.Sesuatu yang empat terdiri dari suatu keseimbangan 2 dan 2.Siang dan malam akan berimbang dan pagi dan sore.Hilir dan mudik berimbang dengan ateh dan baruah.Begitu seterusnya.
Dalam perkembangan berikutnya, setelah Islam masuk dan ajarannya telah mengakomodasi sistem adatnya dalam beberapa aspeknya, masyarakat Minangkabau mengenal apa yang disebut bilangan “tunggal” dan “banyak” menurut terminologi Islam.
Tunggal (Allah) atau aso atau satu adalah angka atau bilangan 1.
Banyak (lebih dari satu adalah 3,5, dan 7); langit tujuh lapis, kelambu tujuh lapis, puti nan batujuah, dan banyak lagi.Penggunaan angka-angka tersebut juga digunakan oleh masyarakat modern bagi penanda atau pembeda.
Hal ini dapat dilihat dengan penggunaan nama-nama jalan; 1st Street 2nd Sreet, dan seterusnya, sebagaimana yang ditemukan pada nama-nama jalan di kota-kota besar dunia seperti New York misalnya. Tidak ada bedanya dengan apa yang telah diterapkan orang Minang ketika mereka memberi nama negerinya; Koto nan ampek, Koto Tujuah, Nagari nan sambilan, 2 x 11 Anam lingkuang, Rantau nan aso kurang duopuluah dan seterusnya.
Banyak (lebih dari satu adalah 3,5, dan 7); langit tujuh lapis, kelambu tujuh lapis, puti nan batujuah, dan banyak lagi.Penggunaan angka-angka tersebut juga digunakan oleh masyarakat modern bagi penanda atau pembeda.
Hal ini dapat dilihat dengan penggunaan nama-nama jalan; 1st Street 2nd Sreet, dan seterusnya, sebagaimana yang ditemukan pada nama-nama jalan di kota-kota besar dunia seperti New York misalnya. Tidak ada bedanya dengan apa yang telah diterapkan orang Minang ketika mereka memberi nama negerinya; Koto nan ampek, Koto Tujuah, Nagari nan sambilan, 2 x 11 Anam lingkuang, Rantau nan aso kurang duopuluah dan seterusnya.
2.Dalam penggunaan bahasa
Dalam sistim komunikasi, diplomasi, perundingan dan pembicaraan umum,masyarakat Minangkabau lebih mementingkan kesamaan pengertian untuk setiap kata (vocabulary).Mereka menyadari, bila pengertian untuk satu kata berbeda untuk masing-masing pihak yang sedang berkomunikasi apalagi dalam suatu perundingan, akan dapat menyebabkan kesalahan-kesalahan pengertian, maksud dan tujuan.
Hal semacam itu dapat disimak dalam pidato-pidato adat atau pasambahan.
Setiap kata selalu diberikan batasan yang jelas. Seperti misalnya, orang Minang tidak mengenal kata biru dalam kamus bahasanya, mereka mengenal kata hijau.
Untuk biru laut, mereka harus menjelaskan dengan sebutan “ijau lauik”, hijau seperti warna laut, ijau daun (untuk warna daun), ijau pucuak (untuk warna hijau muda), dsbnya. Memberikan batasan yang jelas terhadap suatu kata, dalam kehidupan masyarakat modern ditemukan saat mereka menyiapkan naskah perundang-undangan, perjanjian-perjianjian, pernyataan-pernyataan, kertas kerja ilmiah,.
Hal semacam itu dapat disimak dalam pidato-pidato adat atau pasambahan.
Setiap kata selalu diberikan batasan yang jelas. Seperti misalnya, orang Minang tidak mengenal kata biru dalam kamus bahasanya, mereka mengenal kata hijau.
Untuk biru laut, mereka harus menjelaskan dengan sebutan “ijau lauik”, hijau seperti warna laut, ijau daun (untuk warna daun), ijau pucuak (untuk warna hijau muda), dsbnya. Memberikan batasan yang jelas terhadap suatu kata, dalam kehidupan masyarakat modern ditemukan saat mereka menyiapkan naskah perundang-undangan, perjanjian-perjianjian, pernyataan-pernyataan, kertas kerja ilmiah,.
- Sistem sosial
Selain dua faktor di atas, masih ada beberapa kondisi sosial masyarakat Minang yang mempercepat mereka menyerap dan mengembangkan pengetahuan, ilmu dan teknologi.
Sejarah telah mengantarkan informasi yang sangat berharga sekali kepada kita.
Orang Minang adalah masyarakat yang sangat mementingkan informasi.
Selalu mereka bertanya kepada seseorang yang datang; Baa kaba.Bagaimana khabar.Bukan sapaan; alah makan.Dalam sejarahnya, masyarakat Minangkabau dikenal sebagai masyarakat yang lebih dulu mengenal dan menerbitkan surat kabar di Indonesia. Surat kabar terbanyak yang terbit di Indonesia, adalah di Minangkabau.
Sejarah telah mengantarkan informasi yang sangat berharga sekali kepada kita.
Orang Minang adalah masyarakat yang sangat mementingkan informasi.
Selalu mereka bertanya kepada seseorang yang datang; Baa kaba.Bagaimana khabar.Bukan sapaan; alah makan.Dalam sejarahnya, masyarakat Minangkabau dikenal sebagai masyarakat yang lebih dulu mengenal dan menerbitkan surat kabar di Indonesia. Surat kabar terbanyak yang terbit di Indonesia, adalah di Minangkabau.
Begitu juga penerbitan buku-buku.Pembuatan senjata dan mesiu, merupakan home industri terbesar Minangkabau .Catatan Raffles terhadap masyarakat di pedalaman Minangkabau terhadap hal ini dapat dipelajari kembali.
Menghancurkan home industri inilah yang pertama dilakukan Belanda sebelum mereka merajalela di Minangkabau.
Menghancurkan home industri inilah yang pertama dilakukan Belanda sebelum mereka merajalela di Minangkabau.
Begitu juga dengan adanya institusi merantau, telah menyebabkan orang Minang menjadi sangat terbuka, menerima berbagai perkembangan keilmuan.
Karenanya, sampai sekarang “rantau” bagi orang Minang adalah “jembatan” bagi mereka untuk menyalurkan berbagai ilmu dan pengetahuan bagi masyarakatnya yang berada di negerinya (nagari). Dari apa yang dibentangkan seperti di atas dapat dijadikan sebagai indikator bahwa masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang “sesungguhnya” adalah masyarakat yang selalu berjalan di depan dalam menyerap dan pengembangkan pengetahuan, ilmu dan teknologi.
Karenanya, sampai sekarang “rantau” bagi orang Minang adalah “jembatan” bagi mereka untuk menyalurkan berbagai ilmu dan pengetahuan bagi masyarakatnya yang berada di negerinya (nagari). Dari apa yang dibentangkan seperti di atas dapat dijadikan sebagai indikator bahwa masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang “sesungguhnya” adalah masyarakat yang selalu berjalan di depan dalam menyerap dan pengembangkan pengetahuan, ilmu dan teknologi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebudayaan minang memiliki ragam budaya yang memiliki potensi besar bagi kekayaan kebudayaan Indonesia. Orang melayu umumnya diidenditaskan sebagai orang yang tinggal di tanah melayu, beragama islam, dan melaksanakan adat istiadat melayu, namun sebenarnya melayu sendiri ibarat rumah yang di isi oleh berbagai macam penghuni dengan berbagai macam jenis pandangan hidup pula dan tidak harus orang yang mendiami daerah melayu. Dikarenakan dalam perkembangan zaman melayu memiliki berbagai macam versi. Namun keanekaragaman yang ada dapat memberi warna baru bagi kekayaan kebudayaan Indonesia yang perlu ketahui dan kita lestarikan.
3.2 Saran
Keaekaragaman kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan melayu harus senantiasa kita jaga dan kita lestarikan, mulai dari memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan kepada tiap-tiap generasi diantaranya melalui pendidikan kebudayaan Indonesia. Perlu diadakannya penelitian lanjut mengenai kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan minang, untuk mengetahui seluk beluk sejarah dan perkembangan kebudayaannya.
Daftar Pustaka
Koetjaraningrat. 2000, Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke-8 Jakarta: Rineka Cipta.
http://id.wikipedia.org/wiki/orang_minang
http://id.wikipedia.org/wiki/budaya_minangkabau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar